Jakarta –
Atas dasar pemahaman terbatas atas satu ayat Alquran, Penulis ingin berkirim hadiah Alfatihah kepada ketiga pemilik nama di judul tulisan ini. Meski tidak yakin akan sesuai keyakinan sementara umat, hadiah itu akan Penulis maknai sebagai bentuk penghormatan pribadi kepada mereka. Penulis tidak begitu firmed akan melakukannya di atas salah satu alat istidlal fiqih, yakni qiyas, yang belakangan jadi bias.
Hanya saja, Penulis pernah mendengar firman yang memuat anjuran berbuat baik kepada siapa saja. Termasuk, begitu bunyi ayat itu, orang-orang yang tidak memerangi dan tidak mengusir kita dari kampung atau negeri tempat kita tinggal. Apa pun latar belakang orang, kelompok atau pihak itu. Dalam keyakinan Penulis, selain sebagai doa, Alfatihah juga berfungsi sebagai pelembut hati dan jalan hidayah kepada Tuhan YME.
“Semoga Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Allah adalah Mahakuasa. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Allah tiada melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al Mumtahnah : 8)
Kisah-kisah
Lewat Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh penjelasan bahwa ayat ini turun, antara lain, berkenaan dengan wanita bernama Qotilah. Seorang kafir (?) atau musyrikah. Beliau adalah ibunda Asma binti Abi Bakar Siddiq. Imam Ahmad meriwayatkan, dari Amir ibnu Abdullah ibnu Zubair, dari ayahnya yang mengatakan ; Qatilah datang menemui anak perempuannya dengan membawa hadiah berupa keju, obat penyamak kulit, dan minyak samin.
Awalnya, Asma enggan menerima kedatangan ibunya dan meninggalkan di luar rumah. Lalu ia bertanya kepada isteri Nabi, Aisyah r.a. Maka turunlah wahyu-Nya : Allah tiada melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama.(Al-Mumtahanah: 8). Lalu Rasulullah SAW memerintahkan Asma agar menerima hadiah ibunya itu dan mempersilakannya masuk ke rumahnya.
Kisah lain adalah saat Nabi SAW dalam muhibah dakwah ke kawasan Thoif. Rupanya beliau memperoleh perlakuan kurang pantas. Kecuali menolak ajakan Nabi SAW ke dalam Islam, mereka mempersekusi dan menghujaninya dengan batu. Malaikat geram dan menawari Nabi untuk menimpakan gunung. Alih alih menerima tawaran itu, Nabi SAW justeru hadiahi mereka doa hidayah, “Allahummahdi Qoumi–Ya Allah, hidayahi kaumku !”
Meski membesarkan dan membela Nabi SAW, pamandanya, Abu Thalib hingga akhir hayat, oleh sejumlah riwayat disebut belum sempat bersyahadat. Nabi SAW pun pernah berdoa :
لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ ، يَغْلِي مِنْهُ دِمَاغُهُ
“Semoga syafaatku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu, dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu otaknya mendidih.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab Shalatul Ghaib ; Dirasah Fiqhiyah Muqaranah, disebutkan, Nabi SAW pernah shalat ghaib atas empat jenazah selama hidup. Salah satunya Najasyi, Raja Nasrani dari Habasyah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata ;
نَعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِلَى أَصْحَابِهِ النَّجَاشِيَّ ثُمَّ تَقَدَّمَ فَصَفُّوا خَلْفَه فَكَبَّرَ أَرْبَعً
“Nabi memberitahu para sahabatnya tentang kematian Al-Najasyi, lalu beliau maju (mengimami), maka kami membuat shaf di belakang beliau, dan beliau bertakbir empat kali.”
Pahlawan Pelantang
Di bawah ini adalah sejumlah orang, nonmuslim, tapi jasa yang mereka wariskan kepada kaum muslimin luar biasa besar. Terkini, warisan itu telah memicu perdebatan sehingga jasa mereka yang tak diketahui, mendadak mengisi ruang memori paling umat Islam. Siapa kah gerangan mereka ? Pertama, jangan kaget dan mohon Penulis dimaafkan, adalah Athanasius Kircher, warga Jerman, seorang cendekiawan pastor Katolik.
Kircher (2 Mei 1602-28 November 1680), sarjana Yesuit Jerman abad ke-17. Tak kurang dari 40 tulisannya soal orientalisme, geologi dan kedokteran menyebar dan dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Dia inilah penemu dan pencipta pelantang suara yang lalu dikenal dengan megafon. Dalam sejarah modern keberagamaan di Indonesia, hasil penemuannya duduk gagah di puncak menara rumah ibadah-rumah ibadah kaum muslimin.
Lewat hasil temuannya itu, larik dan untaian kata dalam adzan membelah langit, menyibak lapisan ozon, lalu menembus atmosfer menuju alam malakut. Hari-hari ini, pembelaan atas pelantang oleh kaum muslimin, akan membuat pastor Katholik itu tersenyum bahagia di Rumah Bapa. Nama kedua, yang juga berhak atas takzim selain Kircher adalah Tsunetaro Nakatani. Beliau adalah pendiri Toa Corporatopm 1949 di Tokyo, Jepang.
Lewat tangannya, konsep pelantang sederhana versi Pastor Kiecher, dapat sentuhan teknologi. Lalu diproduksi massal. Menyebar ke penjuru dunia, termasuk ke ratusan ribu masjid, mushalla dan langgar di Indonesia dengan nama Toa. Perusahaan yang berdiri di Kota Kobe, Jepang ini, mengembangkan teknik mengubah gelombang suara menjadi tegangan listrik dan diubah menjadi gelombang suara yang diperkuat via speaker.
Kecuali Kircher dan Tsunetaro, ada sosok ketiga, dari dalam negeri yang juga berjasa dalam urusan toan-mentoa ini. Dialah Uripto Wijaya. Toa diimpor dan didistribusikan oleh perusahan patungan PT Industri Toa Galva Toa. Perusahaan ini dirintis oleh Uripto Wijaya, pengusaha elektronik asal Bangka. Ia Wali Penghubung Yayasan Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur, Sekolah Kristen Tionghoa yang dirintis oleh orang Belanda.
Akhirul Kalam
Tanpa tendensi apapun, atas jasa dan warisan luar biasa, yang belakangan memperoleh gelombang pembelaan karena diyakini memudahkan muazin menggelembungkan suara, Penulis ingin menghadiahkan puja. Di dalam hati, suara halus bergumam ; kebaikan bisa datang dari siapa saja dan dari mana saja. Bahkan dari tangan yang tidak pernah disangka-sangka. Dari Penulis ; ilaa hadroti Kircher, Tsunetaro wa Uripto ; Al Fatihah. (*) Wallahu A’lamu.
Ishaq Zubaedi Raqib
Penulis adalah Pembaca “Khozinatul Asror” di Pengajian Kitab Kuning Masjid An Nur, RW 010 Pasirangin, Cileungsi, Bogor.
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)
(erd/erd)