Perwujudan akulturasi budaya dapat secara konseptual dilihat sehingga suatu
proses hubungan antara dua golongan yang masing-masing mempunyai
kedudukan yang sama. Sementara itu kenyataan sosial memperlihatkan betapa
situasi toleransi dan kesatuan bangsa tersebut masih harus terus ditingkatkan,
karena di sana-sini masih dirasakan adanya penggolongan masyarakat kedalam
golongan-golongan. Terbukti dari adanya bentuk hubungan sosial antara
masyarakat bangsa Indonesia yang masih ditentukan secara kental oleh semangat
dan sifat eksklusifisme kesukubangsaan (yaitu merasa lebih unggul dari suku
yang lain) keagamaan dan rasial. Dalam segala aspek kehidupan antar manusia
toleransi sangat dibutuhkan. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan
sosial. Oleh karena itu tanpa toleransi sosial yang baik tak akan mungkin ada
kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak
akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan
hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-perorangan atau kelompokkelompok manusia berkerjasama, saling bertoleransi, berinteraksi dengan baik,
dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan,
pertikaian dan lain-lain (Suparlan, 1989:61).
Koentjaraningrat (1990:91) akulturasi budaya adalah proses sosial yang
timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Misalnya
4
masyarakat pendatang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara
syukuran secara tidak langsung masyarakat pendatang berkomunikasi
berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerjasama atau
mempengaruhi kebudayaan setempat tanpa menghilangkan kebudayaan
setempat. Dalam kaitannya dengan proses interaksi masyarakat yang berbeda
golongan atau suku bangsa, akulturasi merupakan usaha untuk memperkenalkan
identitas golongan, suku atau etnis, dan dalam hal ini ada dua faktor yang
menonjol yang patut diperhatikan. Pertama, faktor nilai budaya yang sebagian
menentukan identitas etnis, kelestarian identitas tersebut. Perubahan-perubahan
yang terjadi dari waktu ke waktu dan berbagai permasalahannya sebagaimana
terwujud dalam masyarakat majemuk. Kedua, faktor-faktor proses sejarah yang
cenderung kembali identitas etnis dari suatu golongan atau memaksanya untuk
menerima apa yang ada atau mencari sesuatu identitas etnis yang baru.
Kedua faktor tersebut dapat dilihat sebagai latar belakang dari kebudayaan
identitas suku atau etnis, yang tercakup dan terletak dalam sistem-sistem dan
kategori-kategori sosial yang saling isi mengisi dan dalam dinamika-dinamika
proses sejarah yang telah berlangsung.
Kebudayaan merupakan satu integrasi yang bersumber pada sifat adaptif.
Fakta yang menunjukkan bahwa kebudayaan-kebudayaan cenderung berintegrasi
yaitu banyaknya kebudayaan yang unsur-unsurnya selaras satu dengan lainnya.
Mustahil bagi kelompok masyarakat secara kolektif mempertahankan hal-hal
5
yang saling bertentangan (Rangkuti dan Hasibuan, 2002:31). Indonesia
merupakan negara yang memiliki kebudayaan yang beragam. Masyarakat
Indonesia bersifat majemuk. Multietnik yang dimiliki Indonesia ini dapat
berpotensi menghadapi masalah perbedaan, persaingan, dan tidak jarang
pertikaian antar etnik yang tentunya dapat mengancam keutuhan dan kesatuan.
Namun begitu, keberagaman juga dapat terjalin dalam sebuah harmoni yang
indah seperti sebuah mozaik budaya yang terangkum dalam bingkai kesatuan.
Subscribe
Login
0 Comments